Bukti potong PPh 23 menjadi salah satu dokumen penting yang harus disimpan oleh para Wajib Pajak atau WP. Kenapa? sebab bukti potong pajak penghasilan 23 ini menjadi salah satu dokumen yang harus disertakan pada saat lapor pajak. Pertanyaannya kemudian adalah apa itu bukti potong PPh pasal 23?
Indonesia dalam sistem perpajakannya pada dasarnya menganut self-assessment. Tetapi ada beberapa jenis PPh yang pelunasannya dilakukan dengan pemotongan pajak oleh pihak lain.
Nah, jika pelunasan pajak penghasilan ini pelunasannya melalui pemotongan, maka pihak pemotong diharuskan untuk membuat bukti potong PPh 23. Setelah itu bukti potong tersebut diharuskan untuk diberikan ke pihak yang dipotong.
Sekilas Tentang Bukti Potong PPh 23
Bukti potong PPh 23 merupakan formulir atau dokumen lain yang dibuat serta digunakan oleh pemotong pajak untuk bukti pemotongan dan pertanggungjawaban terhadap pemotongan PPh 23.
Di sisi lain, bukti pemotongan ini juga bisa menunjukkan besaran PPh 23 yang sudah dipotong. Penting untuk diketahui jika di dalam konteks pajak, pemotongan ini memiliki arti dan penggunaan yang berbeda-beda. Dalam hal ini, istilah pemotongan seringnya digunakan untuk pengenaan PPh 4 Ayat 2, PPh 21, PPh 23, dan PPh 26.
Pihak Pembuat Bukti Potong PPh 23
Setelah tahu apa itu bukti pemotongan PPh 23, ada pertanyaan menarik yang harus dijawab. Yakni berkaitan dengan pihak yang memiliki kewenangan untuk membuat bukti potong PPh Pasal 23 ini.
Mengacu pada UU PPh, bukti potong pajak penghasilan pasal 23 ini dibuat oleh WP (Wajib Pajak). Dalam hal ini meliputi WP Orang Pribadi maupun Usaha Tetap, pengusaha kenap pajak, dan juga bendahara pemerintah pusat maupun daerah.
Selain itu, ada hal penting lainnya yang sangat penting untuk diketahui juga. Yakni berkaitan dengan jenis-jenis bukti potongan. Dalam hal ini, jenis bukti potong ini berdasarkan pada jenis pemotongan dari PPh itu dibuat.
Tetapi secara umum, bukti potong pajak penghasilan ini dibuat untuk jenis pemotongan pajak seperti PPh Pasal 4 Ayat 2, PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23/26.
Aturan Pembuatan Bukti Potong PPh 23
Bukti potong PPh Pasal 23 ini merupakan sejenis formulir atau dokumen lain yang dibuat dan digunakan pihak pemotong pajak untuk digunakan sebagai bukti pemotongan dan juga pertanggungjawaban atas pemotongan pajak penghasilan pasal 23.
Sementara itu, status pemotong pun harus sesuai dengan ketentuan UU PPh. Dalam hal ini meliputi:
- Badan Pemerintah (dalam hal ini BUMN termasuk diantaranya).
- Subjek Pajak Badan Dalam Negeri
- Penyelenggara Kegiatan. Misalnya saja seperti EO (Event Organizer).
- BUT atau Badan Usaha Tetap
- WP Orang Pribadi Dalam Negeri tertentu yang ditunjuk oleh DJP (Direktorat Jenderal Pajak).
- Perwakilan Perusahaan Luar Negeri lainnya.
Nah, itulah pihak-pihak yang dimaksud dalam UU PPh yang diberi kewenangan untuk membuat bukti potong PPh pasal 23. Pertanyaan selanjutnya adalah siapa penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 ini? Untuk penerima penghasilan yang dipotong PPh 23 sudah pasti adalah WP Dalam Negeri untuk PPh 23. Selain itu juga BUT untuk PPh 23.
Aplikasi Bukti Potong PPh 23
Kini buat bukti potong PPh pasal 23 bisa dilakukan secara lebih mudah dan praktis. Hal ini berkat adanya aplikasi bukti potong PPh 23. Aplikasi tersebut bernama e-Bupot. Sudah tahukah Anda dengan aplikasi pajak yang satu ini? Atau minimal sudah pernah mendengarnya sebelumnya.
e-Bupot sering juga disebut dengan bukti potong elektronik. Sebuah aplikasi pajak yang memiliki fungsi untuk membuat bukti pemotongan, membuat, hingga melaporkan SPT Masa PPh 23 yang dibuat dalam bentuk elektronik.
Satu hal penting yang harus Anda tahu adalah tidak semua pemotong maupun pemungut pajak dapat menggunakan aplikasi pajak ini. Ketentuan ini sudah sangat jelas tertera dalam Peraturan DJP Nomor PER-04/PJ/2017.
Aturan penggunaan aplikasi e-Bupot sendiri pertama kali diberlakukan pada 31 Maret 2017. Sementara itu aturan mengenai pembuat bukti potong dengan menggunakan aplikasi e-Bupot diatur dalam Perdirjen No. Per-04/PJ/2017.
Dalam Perdirjen No. Per-04/PJ/2017 disebutkan ada empat kriteria atau persyaratan sebagai pemotong PPh Pasal 23/26. Keempat kriteria atau persyaratan tersebut adalah:
- WP yang melakukan pemotongan PPH 23/26 lebih dari 20 bukti pemotongan dalam jangka waktu satu masa pajak.
- WP yang sebelumnya sudah pernah menyampaikan SPT Masa Elektronik dan terdaftar di KKP.
- WP yang menerbitkan bukti pemotongan dengan jumlah penghasilan bruto yang melebihi Rp 100 juta.
- WP Badan memiliki e-FIN dan terdaftar di KKP. Ketika ingin menyampaikan SPT Masa PPH Pasal 23/26, para WP diharuskan untuk memiliki Sertifikat Elektronik.
Sementara itu, Wajib Pajak Badan yang diharuskan untuk menggunakan e-Bupot PPh Pasal 23/26 ini adalah para PKP atau Pengusaha Kena Pajak yang sudah memiliki Sertifikat Elektronik dan juga sudah terdaftar di:
- Kantor Pelayanan Pajak (KKP) WP Besar Satu sampai dengan Empat.
- Kantor Pelayanan Pajak (KKP) Penanaman Modal Asing Satu sampai dengan Enam.
- Kantor Pelayanan Pajak (KKP) Perusahaan Masuk Bursa.
- Kantor Pelayanan Pajak (KKP) Badan dan Orang Asing.
- Kantor Pelayanan Pajak (KKP) Minyak dan Gas Bumi.
- Kantor Pelayanan Pajak (KKP) Madya Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan I.
Sementara itu, kewajiban menggunakan aplikasi bukti potong PPh 23 e-Bupot ini dilakukan secara bertahap. Maksudnya bagaimana? Seperti ini penjelasan lengkapnya:
- Wajib e-Bupot Tahap Pertama
Pada saat pertama kali diluncurkan, penggunaan e-Bupot ini bisa dikatakan masih dalam skala kecil. e-Bupot untuk tahap pertama ini secara jelas diatur dalam Keputusan DIJ Nomor KEP-599/PJ/2019.
Pada tahun 2019, e-Bupot PPh Pasal 23/26 ini mulai diperkenalkan dan langsung bisa digunakan oleh para WP yang ingin membuat bukti potong dan membuat laporan SPT Masa PPh Pasal 23/26. Meskipun skalanya masih terbilang sangat kecil. Pasalnya hanya bisa digunakan oleh WP yang sudah tercantum di dalam peraturan tersebut.
- Wajib e-Bupot untut Seluruh PKP Pemotong PPh Pasal 23/26
Dengan dikeluarkannya Keputusan DIJ Nomor KEP-269/PJ/2020, semua PKP (Pengusaha Kena Pajak) diwajibkan untuk membuat bukti potong PPh Pasal 23/26 serta menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23/26 melalui e-Bupot.
Dengan kata lain, semua PKP yang sudah terdaftar di KKP Pratama yang ada di seluruh Indonesia diharuskan untuk membuat bukti pemotongan serta penyampaian SPT Masa PPh pasal 23/26 melalui e-Bupot.
Sebagai pihak yang diharuskan untuk buat bukti potong PPh Pasal 23, jangan sampai Anda tidak mengerti hal sepenting ini. Namun tenang saja. Pasalnya buat bukti potong PPh 23 di e-Bupot di klaim lebih mudah, cepat, dan praktis.